
Vakansiinfo – Jika bantuan mendesak tidak segera datang, lebih dari 150 anak rentan di Sumbawa, Indonesia, mungkin tidak punya pilihan selain tidur di lantai rumah baru mereka. Tanpa ranjang dan perlengkapan penting lainnya, fasilitas yang di bangun Yayasan Peduli Anak ini masih belum siap digunakan sepenuhnya.
150 anak yang telah di rujuk belum bisa menempati rumah-rumah tersebut. Mereka tetap berada dalam bahaya, tidur di lingkungan yang tidak stabil dan tidak aman, sementara dua belas rumah indah yang telah di bangun untuk anak-anak masih kosong dan belum bisa di huni.
Pusat Kesejahteraan Anak Peduli Anak, sebuah proyek yang telah dikerjakan hampir lima tahun, kini 95% telah rampung. Ruang kelas sudah siap, para ibu asuh telah dilatih, dan dua belas rumah indah berdiri kokoh. Namun sayangnya, semua rumah itu belum dilengkapi perabotan. Tanpa ranjang dan perlengkapan penting lainnya, fasilitas ini masih belum siap digunakan sepenuhnya.
“Ada 150 anak yang sudah menunggu untuk tinggal di pusat ini. 150 anak lainnya dari desa sekitar siap untuk bersekolah dan makan bersama kami setiap hari,” ungkap Chaim Joel Fetter, Pendiri Yayasan Peduli Anak dan Pusat Kesejahteraan Anak pertama di Lombok.
Hingga kini, lebih dari 8.000 orang Indonesia telah berdonasi. Anak-anak sekolah mengadakan penggalangan dana dengan menjual aksesori buatan mereka, seperti gelang dan kalung dari manik-manik. Banyak masyarakat turut menyumbang setelah mengetahui misi kami melalui media sosial. Beberapa pemilik usaha lokal juga menyelenggarakan acara penggalangan dana.
“Ini telah menjadi proyek milik bersama,” kata Fetter. “Bahkan orang-orang yang belum pernah ke Sumbawa ikut menyumbang, karena mereka percaya pada apa yang sedang kami lakukan,” ujarnya.
Sejumlah mitra besar juga bergabung seperti ING Bank, PT Bayan Resources, TOTO, Signify, Broco, Avian Paints, Simu, dan Häfele. Semua turut berkontribusi melalui donasi meja belajar, material bangunan, dan pendanaan. Banyak perusahaan Indonesia lainnya juga telah membantu. Namun, masih ada satu rintangan terakhir yang harus di atasi.
Awal bulan ini, Fetter menulis email secara pribadi kepada CEO IKEA Indonesia, Bapak Adrian Worth, serta kepada Electrolux Professional, untuk menyampaikan harapan akan kemungkinan dukungan.
“Electrolux merespons dengan positif atas permintaan peralatan dapur profesional, yang akan sangat membantu dalam menyiapkan makanan untuk anak-anak setiap hari. Sementara itu, dari CEO IKEA Indonesia, kami masih menantikan kabar lebih lanjut. Kami sangat menghargai kepedulian IKEA, khususnya saat mereka memberikan dukungan yang luar biasa setelah gempa Lombok tahun 2018,” ungkap Fetter.
“Dukungan itu sangat berarti bagi kami dan anak-anak di Lombok, dan kami percaya semangat tersebut tetap hidup hingga kini,” sambungnya.
Namun ini bukan hanya tentang Sumbawa. Fetter melihat Pusat Kesejahteraan Anak ini sebagai cetak biru berskala nasional. “Jika kami bisa membuktikan ini berhasil, maka pendekatan ini bisa direplikasi oleh LSM, komunitas, bahkan pemerintah. Mungkin suatu hari nanti, tidak ada lagi anak Indonesia yang harus tidur di lantai, putus sekolah, atau mengalami kekerasan dan penelantaran.”
Dengan peresmian yang tinggal beberapa bulan lagi, hanya satu dorongan terakhir memisahkan visi ini dan kenyataan. “Bangunannya sudah berdiri. Anak-anak sedang menanti,” ungkap Fetter. “Yang kurang hanyalah satu tindakan kecil penuh kebaikan: Tempat tidur untuk anak-anak,” ujarnya.
“Ini bukan sekadar amal,” ujar Fetter. “Ini tentang martabat. Ini tentang pemulihan. Ini adalah masa kecil yang sesungguhnya, mungkin untuk pertama kalinya dalam hidup mereka,” tegas Fetter.
Untuk berkontribusi, membagikan cerita ini, atau bermitra dengan yayasan, kunjungi pedulianak.org. Baik melalui pendanaan, perlengkapan, atau sekadar menyebarkan informasi, setiap tindakan membantu membuka pintu menuju masa depan baru bagi anak-anak ini.
Perjalanan Chaim Joel Fetter dan Yayasan Peduli Anak
Hampir 20 tahun lalu, Chaim Joel Fetter, seorang pengusaha internet sukses di Belanda mendapati satu momen yang mengubah segalanya. Saat melakukan perjalanan backpacking di Lombok pada tahun 2004, ia bertemu Adi, seorang anak laki-laki bertelanjang kaki yang mengemis di lampu merah. Adi telah kehilangan kedua orang tuanya dan tinggal sendirian di bawah selembar terpal. “Saat itu hati ini seperti di tinju,” kenang Fetter.
“Saya tidak bisa melupakannya saat pulang ke rumah. Apa artinya kesuksesan yang saya genggam kalau masih ada anak-anak seperti Adi yang menderita?” pikir Fetter.
Sangat tergerak, ia kembali ke Belanda, menjual perusahaannya, dan kembali ke Indonesia, bukan untuk cuti panjang, tetapi demi sebuah misi. Ia memeluk Islam, terinspirasi oleh kemurahan hati dan kehangatan orang-orang yang di temuinya. “Bahkan keluarga yang sangat miskin berbagi sedikit dari apa yang mereka miliki,” ujarnya. “Masuk Islam rasanya seperti menemukan keluarga dan makna hidup yang lebih dalam.”
Namun, motivasi Fetter tidak semata-mata terinspirasi dari apa yang ia lihat, melainkan berakar dari pengalaman hidupnya sendiri. Setelah orang tuanya bercerai, ia di tempatkan di panti asuhan di Belanda saat berumur 6 tahun.
“Saya tahu rasanya menjadi anak yang tidak di pedulikan siapa pun,” katanya. “Perasaan di abaikan itu tidak pernah benar-benar hilang. Saya masih sering mimpi buruk, memimpikan saat orang tua saya meninggalkan saya di sana, dan saya berlari mengejar mereka. Saya bertekad untuk membangun tempat di mana anak-anak bisa pulih, di sayangi, dan merasa seperti di rumah.”
Pada tahun 2006, ia bersama istri dan beberapa teman dekat mendirikan Yayasan PeduliAnak dan membuka Pusat Kesejahteraan Anak pertama di Lombok. Di bangun di atas lahan seluas 2,2 hektar, fasilitas ini mencakup 14 rumah berkonsep keluarga, sebuah masjid,sekolah dasar dan menengah pertama, klinik kesehatan, lapangan olahraga, dan kebun organik.
Setiap rumah di asuh oleh seorang ibu asuh terlatih, menciptakan lingkungan keluarga yang stabil dan penuh kasih sayang. Sejak saat itu, Yayasan Peduli Anak telah mendukung ribuan anak. Banyak di antara mereka yang telah lulus kuliah dan kembali bekerja di pusat ini sebagai guru, konselor, perawat, dan akuntan. Yayasan ini telah meraih berbagai penghargaan nasional, termasuk Kick Andy Heroes Award dan Piagam Apresiasidari Komisi Perlindungan Anak Indonesia.
Pada tahun 2019, seiring dengan meningkatnya permintaan dan mencuatnya kisah anak terlantar di daerah terpencil, Yayasan Peduli Anak memperluas misinya ke Sumbawa, sebuah pulau tertinggal dengan akses layanan pemerintah yang sangat terbatas dan penelantaran anak merupakan hal tragis yang sayangnya lumrah terjadi.
“Ini sangat memilukan,” ujar Fetter. “Kami mendengar kisah anak-anak yang di tinggalkan karena orangtuanya menikah lagi atau pergi merantau untuk bekerja. Ada yang tidur di gubuk terbengkalai. Bahkan, ada yang tidak makan berhari-hari.”
Meskipun menghadapi tantangan logistik besar dalam mengangkut material dari Lombok dan Jawa, serta berbagai hambatan akibat pandemi COVID-19, tim terus bertahan dan tidakmenyerah. Kini, berkat donasi dari masyarakat dan perusahaan swasta, Pusat Kesejahteraan Anak di Sumbawa hampir rampung.
Ini bukan penampungan biasa. Ini adalah sebuah desa anak yang sepenuhnya mandiri,dengan dua belas rumah, sekolah, masjid, klinik kesehatan, sport center, dapur yang mampu menyiapkan 900 porsi makanan setiap hari, dan kebun organik yang menyediakan buah serta sayuran segar untuk anak-anak. Fasilitas ini akan menyediakan perawatan menyeluruh bagi 300 anak, termasuk 150 anak yang tinggal penuh waktu dan 150 siswa harian dari desa-desa miskin di sekitarnya.
Pusat Kesejahteraan Anak ini juga akan mempekerjakan staf lokal, membeli hasil panen petani sekitar, dan menciptakan efek berantai bagi perekonomian setempat. Namun saat ini, belum ada satu pun rumah yang di lengkapi perabotan.
(Eff)