
Vakansiinfo – Dalam suasana malam purnama pada Rabu malam (11/06/2025), komunitas Lembur Urang dan Kampung Kita Nusantara kembali menggelar kegiatan rutin “Nawang Wulan” edisi ke 12. Acara ini berlangsung di Balong Kabayan, Ciranjang, Pamoyanan, Bogor Selatan. Tema yang di angkat kali ini adalah memahami Pranata Mangsa Sunda, sistem penanggalan tradisional berbasis alam yang di gunakan leluhur Sunda. Khususnya dalam aktivitas pertanian.
Diskusi di mulai oleh Mang Asep Kabayan, pemangku Balong Kabayan. Yang menjelaskan bagaimana masyarakat Sunda tempo dulu telah memiliki pemahaman mendalam tentang manajemen waktu melalui pengamatan fenomena alam semesta. Ia mencontohkan kearifan masyarakat Kabuyutan Kanekes (Baduy) dalam bercocok tanam padi huma berdasarkan munculnya rasi bintang Kidang.
Mang Asep memaparkan tahapan-tahapan penting dalam kalender pertanian ini, seperti:
- “Datang Kidang Turun Kujang”: saat Kidang muncul, petani mulai menyiapkan lahan.
- “Kidang Ngarangsang Kudu Ngahuru”: mulai pembakaran semak sebagai pupuk.
- “Kidang Mancer kudu ngaseuk”: waktu menanam padi huma.
- “Kidang Pareum Turun Kukang”: larangan menanam karena mulai datang hama.
Ia menekankan bahwa sistem ini bukan hanya panduan bertani, melainkan bisa menjadi dasar pola hidup manusia. Dalam menghadapi perubahan musim dan tantangan kehidupan saat ini. Mang Asep juga berharap agar Kalender Sunda bisa lebih di kenal dan di ajarkan di sekolah sebagai bagian dari kurikulum muatan lokal. Agar generasi mendatang tetap terhubung dengan akar budayanya.
Selanjutnya, diskusi di perluas dengan pemaparan dari Kasepuhan LSS ITB yang mengangkat pentingnya waktu dalam proses penebangan bambu. Di jelaskan bahwa bambu sebaiknya ditebang saat musim kemarau agar kadar airnya rendah dan tahan lama. Selain itu, setiap jenis bambu memiliki fungsi yang berbeda dalam kehidupan masyarakat.
Sekitar pukul 21.00 WIB, suasana diskusi semakin semarak dengan kedatangan sejumlah tokoh budaya dan kasepuhan Bogor. Seperti Kyai Ahmad Tafip Budiman (Ketua DMI), Abah Gede, Ki Odoy, Dalang Ceceng, Ki Cecep Toriq, DR. Yanyan (staf pengajar UNPAK), Kang Ijar, Ki Eko, dan Wawan, yang turut berbagi pandangan dan memperkaya perspektif peserta.
Keistimewaan malam itu semakin terasa dengan kemunculan fenomena alam “Strawberry Moon”, bulan purnama berwarna kemerahan yang tampak di timur, tepat di balik pepohonan Lembah Gunung Salak yang dikenal sebagai “The Valley of Eden”. Momen ini menjadi simbol keselarasan antara diskusi budaya dan alam semesta, memperkuat semangat untuk menggali, memahami, dan menghidupkan kembali kearifan lokal leluhur sebagai bekal membangun kehidupan masa kini dan masa depan.
(Ckr03/red)