
VakansiInfo – Indonesia dikenal memiliki kekayaan budaya yang luar biasa, salah satunya dalam bentuk tarian tradisional yang sarat makna. Setiap tarian membawa cerita, filosofi, dan identitas daerahnya masing-masing.
Salah satu tarian yang menjadi ikon budaya sekaligus daya tarik wisata adalah Tari Gandrung dari Banyuwangi, Jawa Timur — tarian yang tidak hanya menawan dari sisi estetika, tetapi juga menyimpan sejarah dan nilai spiritual yang dalam.
Sejarah dan Makna Filosofis Tari Gandrung
Tari Gandrung berawal sebagai ungkapan rasa syukur masyarakat Banyuwangi atas panen yang melimpah. Kata “gandrung” berarti “terpesona” atau “tergila-gila”, melambangkan kekaguman masyarakat kepada Dewi Sri, sang dewi padi pembawa kemakmuran.
Ungkapan syukur tersebut di wujudkan dalam bentuk tarian yang penuh kegembiraan, di iringi musik gamelan khas Osing yang menggugah semangat.
Menurut catatan sejarah, tarian ini pertama kali di bawakan oleh seorang perempuan bernama Semi, yang kemudian di ikuti oleh adik-adiknya. Mereka di kenal menggunakan nama panggung dengan awalan “Gandrung,” yang kemudian menjadi ciri khas penari Banyuwangi.
Seiring waktu, tarian ini menjadi bagian dari identitas budaya masyarakat Banyuwangi, di wariskan lintas generasi, dan di ajarkan kepada siapa pun yang ingin melestarikannya.
Menariknya, pada masa lalu, hanya keturunan keluarga penari Gandrung yang di perbolehkan menarikan tarian ini. Namun sejak 1970-an, keterbukaan budaya membuat banyak perempuan muda di luar garis keturunan tersebut turut mempelajarinya, bahkan menjadikannya sebagai profesi yang membanggakan.
Pada masa kolonial, penari Gandrung laki-laki sempat populer, mereka berdandan seperti perempuan dan menarikan Gandrung dalam berbagai acara rakyat. Namun, sejak awal abad ke-20, tradisi ini perlahan hilang karena perubahan sosial dan pengaruh ajaran agama.
Keindahan Gerak dan Makna Simbolik
Tari Gandrung di kenal dengan gerakannya yang lembut namun dinamis, memadukan gerak tangan, langkah kaki, dan ayunan bahu yang selaras.
Setiap gerakannya mengandung makna — kelembutan tangan mencerminkan rasa syukur dan penghormatan, sementara gerakan kaki yang mantap melambangkan kerja keras dan keteguhan hati.
Pada masa penjajahan, Tari Gandrung juga menjadi simbol perlawanan dan semangat patriotisme. Melalui gerak yang enerjik, para penari menyampaikan pesan moral dan ajakan untuk bangkit mempertahankan martabat bangsa.
Kini, Gandrung tidak hanya di persembahkan untuk manusia, tetapi juga sebagai bentuk penghormatan terhadap alam semesta.
Dalam setiap pementasan besar, ratusan penari tampil serempak, membentuk harmoni gerak yang menggambarkan hubungan antara manusia, alam, dan Sang Pencipta.
Festival Gandrung Sewu: Harmoni Seribu Penari
Puncak kemegahan budaya Banyuwangi dapat disaksikan dalam Festival Gandrung Sewu, sebuah perayaan tahunan yang digelar di Pantai Boom dengan latar Selat Bali yang menawan.
Ribuan penari Gandrung tampil serentak dalam balutan kostum warna-warni, menciptakan pemandangan spektakuler sekaligus menggugah rasa kebanggaan akan budaya lokal.
Festival ini bukan hanya ajang pertunjukan, tetapi juga simbol kebersamaan dan gotong royong. Gerakan seribu penari menggambarkan pesan bahwa keberhasilan lahir dari kekompakan, bukan individualitas.
Pada tahun 2025, Festival Gandrung Sewu akan digelar pada 23–25 Oktober dengan mengangkat tema “Selendang, Sang Gandrung.”
Tema ini menggambarkan filosofi tentang selendang sebagai simbol kasih, semangat, dan pengikat harmoni antara manusia, budaya, dan alam.
Warisan Budaya yang Terus Hidup
Lebih dari sekadar seni pertunjukan, Tari Gandrung merupakan identitas Banyuwangi yang terus hidup di tengah masyarakat modern.
Melalui pendidikan budaya, festival, dan dukungan pemerintah daerah, tarian ini kini menjadi ikon pariwisata budaya Jawa Timur dan semakin dikenal hingga mancanegara.
Tari Gandrung membuktikan bahwa tradisi bukan sekadar masa lalu, melainkan bagian penting dari masa depan yang mengajarkan nilai-nilai syukur, harmoni, dan kebersamaan.
(Mur)