
VakansiInfo – Saat sebagian besar wilayah Bogor terasa makin panas dengan suhu yang tembus 36 derajat Celcius, ada satu tempat yang tetap sejuk dan adem seperti oase alami — Hutan Organik Megamendung, milik Rosita Istiawan. Di area seluas 30 hektare yang membentang di Desa Megamendung dan Desa Gunung Geulis, suhu terpanas di siang hari justru hanya sekitar 16 derajat Celcius. Bayangkan, bedanya bisa lebih dari setengahnya!
Rosita, perempuan tangguh asal Cimande, Bogor, sudah 25 tahun lebih mendedikasikan hidupnya untuk menghijaukan lahan tandus. Ketika banyak orang berlomba membeli tanah di kawasan Puncak untuk membangun vila mewah. Rosita justru memilih menanam pohon dan menghidupkan kembali ekosistem yang nyaris punah.
“Awalnya lahan di sini benar-benar gersang, bahkan cacing pun nggak ada. Yang tumbuh cuma alang-alang,” kenangnya sambil tersenyum. “Sedikit demi sedikit saya beli lahan dari warga dan mulai menanam. Sekarang luasnya sudah 30 hektare dan Alhamdulillah, suhu di sini tetap sejuk meski cuaca ekstrem,” ujar Rosita, Minggu (19/10/2025).
Namun, perjalanan membangun hutan organik tidak selalu mulus. Rosita mengaku sempat salah memilih jenis pohon di awal. “Dulu saya tanam jati dan durian, ternyata nggak cocok. Sekarang saya tanam pohon khas Jawa Barat seperti rasamala, manii, juga ada meranti, eboni, sonokeling, bahkan pohon cendana yang kini langka,” jelasnya.
Kini, hasil kerja kerasnya mulai terlihat nyata. Berdasarkan penelitian mahasiswa IPB University, hutan organik milik Rosita sudah memiliki 120 jenis pohon dengan total sekitar 44 ribu batang, serta menjadi rumah bagi 25 jenis burung, lutung, hingga kucing hutan (macan akar).
Rosita berharap hutan organiknya bisa menjadi kebun raya mini tempat belajar dan penelitian bagi mahasiswa maupun masyarakat umum. “Saya ingin hutan ini jadi tempat belajar menanam pohon, bukan sekadar hutan biasa. Sesuai amanat almarhum suami, semoga Pemkab Bogor bisa mengukuhkannya sebagai kebun raya kecil,” tuturnya penuh harap.
Meski kini berusia 63 tahun, semangat Rosita tak pernah surut. Pendapatan hutan organiknya berasal dari kegiatan penelitian dan penjualan furnitur yang dibuat dari pohon tumbang — tanpa menebang satupun pohon hidup.
“Sekarang saya nggak lagi kejar dunia. Yang penting 10 karyawan saya tetap bisa hidup,” katanya dengan senyum tenang.
Dedikasi dan ketulusan Rosita bahkan membuatnya dipercaya menjadi supervisor reboisasi kawasan Tretes, Jawa Timur. “Saya ingin membantu mereka menanam dengan cara yang benar. Jangan sampai gagal seperti saya dulu waktu awal mulai,” tutupnya bijak.
Dari tangan dinginnya, Rosita Istiawan bukan hanya menanam pohon — tapi juga menanam harapan untuk masa depan bumi yang lebih hijau dan sejuk.
(Mur)