VakansiInfo – Di era digital sekarang, multitasking sudah kayak napas sehari-hari. Kita para Gen Z terbiasa buka banyak tab, balas chat sambil meeting, makan sambil scroll, bahkan rebahan pun di temani notifikasi yang nggak ada habisnya. Semakin padat aktivitas kita, semakin di anggap produktif. Tapi… bener nggak sih semua kesibukan itu ada nilainya? Hmmm, belum tentu.
Fenomena ini secara nggak sadar membentuk budaya “sibuk biar terlihat hebat.” Banyak anak muda ikut webinar terus, posting story kerja sampai malam, atau sibuk membuat konten setiap hari. Tapi kalau di tanya hasilnya apa… kadang jawabannya cuma, “capek.”
Inilah yang di sebut produktivitas palsu—terlihat sibuk, tapi nggak ada progress nyata. Kita merasa terus bergerak, padahal sebenarnya cuma muter di tempat. Multitasking memang bikin kita kelihatan keren, tapi sering bikin otak penuh, fokus buyar, dan hasil akhirnya jauh dari maksimal.
Cara paling sederhana untuk cek apakah kita produktif atau cuma sok sibuk adalah dengan nanya ke diri sendiri setiap malam:
“Hari ini aku benar-benar menyelesaikan apa?”
Kalau jawabannya hanya “lelah” atau “scroll medsos sambil buka tab kerja,” berarti ada yang perlu dibenahi.
Kita juga bisa mulai belajar mindful working—fokus satu hal dulu, selesaikan, baru lanjut ke tugas lain. Sesekali coba kerja tanpa buka media sosial, rasanya beda banget. Pikiran lebih lega dan pekerjaan selesai lebih cepat.
Dan yang sering dilupakan: istirahat itu bagian dari produktivitas. Recharge itu bukan malas ya guys. Kalau kepala terlalu penuh, kualitas kerja bisa turun dan kita makin gampang burnout.
Yang terpenting, ukur produktivitas dari arah, bukan kecepatan. Banyak orang lari kencang tapi nggak tahu tujuannya ke mana. Jadi daripada sibuk ke sana-ke mari, lebih baik jelas dulu mau capai apa.
So guys, bukan berarti kita harus berhenti sibuk. Tapi mulai sekarang, yuk lebih sadar: sibuk itu bukan tujuan, kualitas dan arah itulah yang bikin kita benar-benar maju. Kadang, yang pelan justru yang paling jauh melangkah.
(Ati)
