VakansiInfo – Wakil Ketua MPR RI, Dr. Eddy Soeparno, S.H., M.H., menyampaikan refleksi mendalam terkait kondisi bangsa sepanjang tahun 2025. Dalam agenda Refleksi Akhir Tahun 2025 bertajuk “Solusi Paradoks Energi: Mewujudkan Kedaulatan, Menyelamatkan Lingkungan” yang digelar di Gedung MPR RI, Senin (29/12/2025), Eddy menegaskan bahwa Indonesia kini telah memasuki tahap krisis iklim.
Eddy menyoroti berbagai kejadian cuaca ekstrem yang melanda sejumlah wilayah seperti Sumatera, Jawa Tengah, dan Bali sepanjang tahun ini. Curah hujan tinggi yang terjadi di musim kemarau, menurutnya, bukan lagi fenomena biasa.
“Ini bukan sekadar perubahan iklim, tapi tanda bahwa kita sudah berada satu tahap sebelum bencana iklim yang lebih masif,” ujar Eddy.
Dampak krisis iklim tersebut dirasakan nyata, mulai dari ancaman keselamatan jiwa, kerusakan infrastruktur, hingga terganggunya stabilitas ekonomi nasional.
Paradoks Kedaulatan Energi Indonesia
Dalam laporan kegiatannya selama setahun terakhir, Eddy juga menyoroti paradoks besar dalam sektor energi nasional. Indonesia memiliki cadangan batu bara yang diperkirakan cukup hingga 200 tahun ke depan, serta potensi energi terbarukan yang melimpah seperti tenaga surya, panas bumi, dan arus laut.
Namun di sisi lain, ketergantungan pada impor energi masih sangat tinggi. Indonesia masih mengimpor BBM, LPG, hingga diesel untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri.
“Transisi energi bukan lagi pilihan, tapi keharusan,” tegas Eddy.
Ia mendorong percepatan komitmen pembangunan 52 gigawatt energi baru terbarukan hingga 2034. Selain menekan emisi dan menjaga lingkungan, langkah ini diproyeksikan mampu menciptakan sekitar 1,6 juta green jobs serta memberikan kontribusi signifikan terhadap pertumbuhan PDB nasional.
Ketahanan Energi, Bukan Sekadar Swasembada
Menanggapi paparan Eddy, CEO & Co-founder Katadata, Metta Dharmasaputra, memberikan refleksi kritis terkait arah kebijakan energi ke depan. Ia mengingatkan agar pemerintah tidak terjebak pada jargon swasembada energi yang terlalu kaku.
Menurut Metta, penggunaan energi fosil masih akan signifikan hingga 2050. Karena itu, fokus utama seharusnya diarahkan pada ketahanan energi yang lebih fleksibel, realistis, dan terukur dalam kerangka transisi energi.
Ia juga menekankan pentingnya mengembalikan pendekatan teknokrasi dalam kebijakan energi nasional. Metta mengusulkan pembentukan lembaga atau badan khusus yang kuat dan dipimpin langsung oleh Presiden, agar kebijakan transisi energi tidak berhenti pada narasi, tetapi benar-benar terwujud dalam aksi nyata.
Peran Media dan Penguatan SDM Hijau
Dari sisi media, Pemimpin Redaksi Bisnis Indonesia, Maria Yuliana Benyamin, merefleksikan pentingnya peran media dalam mengawal agenda ekonomi hijau. Ia menekankan konsistensi media dalam mengawal empat RUU strategis, yakni RUU Energi Baru Terbarukan (EBT), Migas, Ketenagalistrikan, dan Perubahan Iklim, agar tidak tenggelam oleh isu-isu populis yang silih berganti.
Maria juga mendorong adanya forum edukasi rutin bagi jurnalis agar pemahaman terhadap isu teknis ekonomi hijau semakin komprehensif dan berbasis data.
Pandangan ini disambut positif oleh Eddy Soeparno. Ia menilai bahwa edukasi publik dan penguatan kapasitas SDM menjadi kunci agar diskursus di media sosial dan ruang publik tidak hanya didominasi sentimen, tetapi juga pemahaman yang benar.
Dorongan Pembentukan Badan Khusus Transisi Energi
Menutup refleksinya, Eddy Soeparno menilai bahwa penanganan krisis iklim dan energi saat ini masih tersebar di berbagai kementerian dan sektor, sehingga koordinasi kerap tidak optimal. Ia mendorong pemerintah untuk serius mempertimbangkan pembentukan kementerian atau badan khusus transisi energi dan ekonomi karbon pada 2026.
Eddy menegaskan bahwa hampir tidak ada sektor ekonomi yang kini terlepas dari isu keberlanjutan. Tanpa konsistensi dalam transisi energi bersih, produk ekspor Indonesia terancam kehilangan daya saing akibat penerapan pajak karbon global.
Refleksi akhir tahun ini, menurut Eddy, harus menjadi momentum untuk memperkuat arah pembangunan nasional yang berpijak pada keberlanjutan dan kedaulatan energi.
(Sam)



