
Vakansiinfo – Fakultas Kedokteran President University (Presuniv) menggelar seminar kesehatan bertajuk Jaga Produktivitas Kerja dalam rangka memperingati Bulan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) Nasional. Seminar yang berlangsung pekan lalu di Kampus Fakultas Kedokteran Presuniv, Jl. Taman Golf Timur I, kawasan D’Khayangan, Kota Jababeka, Cikarang, ini menghadirkan para akademisi serta perwakilan dari instansi pemerintahan untuk membahas isu kesehatan di lingkungan kerja, khususnya burnout dan trauma mata.
Seminar ini menghadirkan narasumber dari tim dosen Fakultas Kedokteran Presuniv, yaitu dr. Gabriella Tantular, Sp.KJ, MBiomed; dr. Andreas Surya Anugrah, Sp.M, FICS, AIFO-K; serta dr. Rima Melati, MKK, Sp.Ak. (K), Sp.Ok, Subsp. BioKO (K). Dari kalangan pemerintahan, hadir dr. H. Irfan Maulana, MKK, Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Dinas Kesehatan Kabupaten Bekasi, serta Nur Hidayah Setyowati, SE, MM, Plt. Kepala Dinas Ketenagakerjaan Kabupaten Bekasi.
Acara ini dihadiri oleh para praktisi bisnis dan tenaga kerja dari berbagai perusahaan di kawasan industri Jababeka, Cikarang, dan sekitarnya. Para peserta diajak untuk mengenali gejala awal penyakit yang sering terjadi di lingkungan kerja agar dapat melakukan tindakan pencegahan sejak dini dan tetap produktif.
Dalam paparannya, dr. Gabriella Tantular mengangkat isu Burnout in the Workplace, fenomena yang semakin marak terjadi di dunia kerja modern. Ia menekankan pentingnya memahami perbedaan antara stres dan burnout.
“Stres bersifat sementara dan dalam beberapa kasus bisa bermanfaat. Namun, burnout bersifat kronis, disebabkan oleh stres berkepanjangan yang tidak terselesaikan,” jelas dr. Gabriella Tantular dalam keterangan resminya, Jumat (7/3/2025).
Menurut Gabriella, ada tiga ciri utama karyawan yang mengalami burnout:
- Exhaustion – Kelelahan fisik, mental, dan emosional yang berkepanjangan.
- Depersonalization – Sikap sinis terhadap rekan kerja dan lingkungan, serta kecenderungan menarik diri dari interaksi sosial.
- Ineffectiveness – Perasaan tidak berdaya, kurang percaya diri dalam bekerja, serta anggapan bahwa beban kerja terlalu berat.
Burnout di picu oleh berbagai faktor, seperti beban kerja yang berlebihan, kurangnya apresiasi terhadap karyawan, lingkungan kerja yang kurang kondusif, terbatasnya kesempatan promosi, serta faktor individu seperti usia, jenis kelamin, dan masa kerja.
Dampak burnout terhadap produktivitas sangat signifikan. Gabriella menyebutkan bahwa di Amerika Serikat, sekitar 46% pekerja mengalami stres akibat beban kerja yang tinggi. Dan 20% mengalami burnout. Sementara itu, di Indonesia, 64% karyawan mengalami peningkatan kelelahan akibat pekerjaan. Dan 20% percaya bahwa kelelahan psikologis adalah penyebab utama ketidakhadiran mereka di tempat kerja.
Untuk mengatasi burnout, Gabriella menyarankan perusahaan untuk membangun budaya kerja yang suportif. Menyediakan sistem pendukung bagi karyawan, serta menerapkan kebijakan work-life balance. Selain itu, pemeriksaan kesehatan berkala, kegiatan team building. Serta diskusi terbuka tentang kesehatan mental juga di perlukan untuk menciptakan lingkungan kerja yang lebih sehat.
Sementara itu, dr. Andreas Surya Anugrah membahas isu trauma mata akibat kecelakaan kerja. Ia menjelaskan bahwa cedera mata dapat mencakup kerusakan pada bola mata, adneksa mata, dan rongga mata. Yang dalam kasus tertentu bisa menyebabkan penurunan ketajaman penglihatan hingga kebutaan.
“Di tempat kerja, cedera mata sering kali terjadi akibat kontak dengan benda tumpul, benda tajam, atau paparan bahan kimia,” ujar Andreas.
Data menunjukkan bahwa prevalensi trauma mata bervariasi di beberapa negara. Dengan angka kejadian 5% di Singapura, 2,4% di India, dan 0,5% di Indonesia. Berdasarkan laporan Occupational Safety and Health Administration (OSHA). Biaya yang di keluarkan untuk menangani cedera mata akibat kerja mencapai USD 300 juta per tahun atau sekitar Rp4,95 triliun. Termasuk biaya kompensasi pekerja, pengobatan, dan hilangnya produktivitas.
Mengutip penelitian dari RSUD Kabupaten Bekasi, Andreas mengungkapkan. Bahwa jenis trauma mata yang paling umum adalah cedera pada kelopak mata dan adneksa, serta laserasi terbuka dan penetrasi bola mata. Cedera ini biasanya terjadi akibat aktivitas seperti pemotongan, pengelasan, serta paparan bahan kimia di tempat kerja.
Untuk meminimalkan risiko trauma mata, Andreas menekankan pentingnya penggunaan Alat Pelindung Diri (APD). Seperti kacamata pelindung, edukasi keselamatan kerja, serta penerapan prosedur darurat yang ketat dan diawasi secara rutin.
Seminar ini menyoroti pentingnya penerapan standar Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) di lingkungan kerja, terutama dalam mengatasi burnout dan mencegah trauma mata. Dengan memahami gejala awal burnout serta menerapkan strategi pencegahan yang tepat, perusahaan dapat menciptakan lingkungan kerja yang lebih sehat dan produktif. Sementara itu, penggunaan APD dan edukasi keselamatan kerja yang komprehensif dapat membantu mengurangi risiko cedera mata di tempat kerja.
Melalui seminar ini, Fakultas Kedokteran President University berharap dapat meningkatkan kesadaran akan pentingnya kesehatan dan keselamatan kerja, serta mendorong implementasi langkah-langkah preventif di lingkungan industri.
(Eff)