Healing ala Gen Z: Lebih dari Sekadar Liburan, Ini Cara Kita Bernapas di Tengah Kesibukan

Healing ala Gen Z: Lebih dari Sekadar Liburan, Ini Cara Kita Bernapas di Tengah Kesibukan

VakansiInfo – Kalau kamu sering denger kata “healing”, tenang, kamu nggak sendiri. Dari teman yang lagi stress skripsi, curhatan di story Instagram pas UTS, sampai suara hati yang pengen rebahan seminggu penuh, kata ini seakan jadi mantra sakti untuk mengusir penat. Tapi, healing sekarang nggak cuma soal liburan mewah—ia udah berubah jadi gaya hidup.

Bagi Gen Z, yang lahir di akhir 90-an sampai 2010, hidup serba cepat dan online ini bikin kita kenal banyak kemudahan, tapi juga tekanan yang nggak kalah besar. Ada tuntutan akademik: IPK tinggi, aktif organisasi, pengalaman kerja sebelum lulus, ditambah tekanan sosial untuk selalu terlihat bahagia dan produktif. Lalu media sosial hadir: teman liburan ke Bali, staycation di hotel mewah, influencer burnout tapi tetap nonton konser keren. Kita yang cuma fokus sama deadline tugas sering keteteran dan muncul FOMO – Fear of Missing Out.

Healing bagi Gen Z bentuknya macem-macem. Ada yang memilih glamor: liburan eksotis, road trip panjang, menginap di vila, atau nonton konser besar. Tapi nggak sedikit yang cukup dengan hal sederhana: rebahan sambil binge-watch drakor, ngopi di kafe estetik, main game, melukis, atau jalan santai sore hari. Bahkan scrolling TikTok atau nonton video lucu bisa jadi self-care dadakan. Tujuannya sama: memberi ruang bernapas dari hiruk pikuk dunia.

Kebaikan healing jelas terasa. Stres berkurang, mood lebih oke, hubungan dengan orang terdekat makin hangat, bahkan ada waktu buat refleksi dan mengenal diri sendiri. Tapi, ada sisi gelapnya juga. Healing yang instan dan konsumtif bisa bikin kita makin kosong—liburan mahal demi konten, belanja impulsif buat mood booster, atau pura-pura baik-baik saja padahal capek banget. Saat healing dijadikan standar, kita malah gampang merasa kurang dibanding orang lain.

Yang penting, healing itu soal kejujuran sama diri sendiri. Apa yang benar-benar bikin kita pulih? Kadang bukan liburan mahal, tapi tidur cukup. Bukan pemandangan pegunungan, tapi bahu buat bersandar. Bukan kabur dari masalah, tapi berani bilang, “Aku capek, aku butuh istirahat.”

Self-care kecil juga efektif: jalan kaki sambil dengerin musik, journaling malam hari, matiin notifikasi HP sejam aja. Kalau masih belum cukup, jangan ragu minta bantuan psikolog atau konselor. Itu tanda keberanian, bukan kelemahan.

Healing sejati bukan pelarian, tapi pemulihan. Bukan soal tren, tapi cara kita merawat diri secara otentik. Bisa di Bali, kamar kos, atau di tengah jalan pulang sambil denger lagu mellow. Jadi, kalau capek, tarik napas dulu. Tenang, kamu nggak sendiri. Dunia cepat, tapi kamu nggak harus ikut terburu-buru.

(Ati)

About The Author

Pilihan Redaksi

Relaksasi Alami di Pemandian Air Panas Gedong Songo, Wisata Hangat di Kaki Gunung Ungaran

Relaksasi Alami di Pemandian Air Panas Gedong Songo, Wisata Hangat di Kaki Gunung Ungaran

WRC 2025 di Malaysia Resmi Dibuka, Indonesia Langsung Gaspol dengan Enam Medali di Hari Pertama

WRC 2025 di Malaysia Resmi Dibuka, Indonesia Langsung Gaspol dengan Enam Medali di Hari Pertama