
Kecepatan Whoosh, Kehangatan Indonesia
VakansiInfo – Suasana malam di ballroom Kimaya Braga by Harris berubah jadi lebih santai setelah sesi resmi berakhir. Musik lembut mengalun, lampu diredupkan, dan semua orang mulai rileks. Setelah tiga hari berpindah kota dengan jadwal padat, malam itu terasa seperti ruang untuk bernapas — untuk tertawa sedikit lebih lepas.
Sesi table top meeting malam itu berjalan santai namun tetap produktif. Para peserta yang malam itu berperan sebagai buyer berkeliling dari satu meja ke meja lain setiap beberapa menit, mendengarkan penjelasan dari para seller — mulai dari hotel, restoran, hingga destinasi wisata yang sempat dikunjungi. Obrolannya ringan, kadang serius, kadang diwarnai tawa kecil dan cerita lucu dari perjalanan.
Kemudian tibalah sesi door prize.
Panitia melontarkan pertanyaan seputar destinasi yang dikunjungi selama trip. Beberapa tangan langsung terangkat cepat, saling berebut menjawab. Ruangan pun pecah oleh tepuk tangan dan sorak tawa tiap kali pemenang maju ke depan. Ada yang mendapatkan voucher, ada yang membawa pulang suvenir, tapi yang paling banyak didapat malam itu tetap tawa.
Begitu sesi berakhir, pembawa acara memberi kabar gembira: malam bebas.
Sebagian peserta memilih kembali ke kamar, namun sebagian lainnya — yang masih menyimpan sisa energi — langsung melangkah keluar hotel.
Udara Bandung malam itu terasa lembut. Lampu-lampu Jalan Braga memantul di trotoar, menciptakan suasana hangat yang sulit dijelaskan. Beberapa peserta berjalan santai, berhenti di bawah papan bertuliskan Jl. Braga untuk berfoto. Ada yang bergaya lucu, ada yang elegan, ada yang hanya tertawa melihat hasil jepretan teman.
Aroma kopi dari kafe sekitar menguar pelan, berpadu dengan suara musik jalanan. Namun yang paling mencuri perhatian tetaplah gedung-gedung tua yang berdiri gagah di sepanjang jalan.
Fasad art deco-nya, jendela tinggi dengan ornamen klasik, dan cahaya lampu yang jatuh lembut di dinding putihnya — semuanya seperti membawa waktu kembali ke masa lalu.
Beberapa peserta sibuk berfoto, sementara yang lain memilih diam sejenak menikmati pemandangan itu.
Braga malam itu bukan hanya tentang keramaian, tapi tentang bagaimana sebuah kota tua bisa tetap terasa muda di hati orang-orang yang datang menikmatinya.
Seseorang berceletuk pelan, “Udah kayak reuni keluarga besar ya.”
Yang lain menimpali, “Iya, bedanya ini keluarga yang di bentuk gara-gara macet, hujan, dan kopi sachet di rest area.”
Tawa pun pecah lagi.
Malam makin larut, tapi tak ada yang benar-benar ingin kembali ke kamar.
Braga malam itu seperti penutup yang pas — hangat, akrab, dan jujur.
Pagi di Kimaya: Foto Terakhir, Senyum Terakhir
Keesokan paginya, suasana di Kimaya Braga terasa sedikit berbeda.
Matahari baru naik, menembus tirai tipis di lobi hotel. Koper-koper mulai berjejer di depan pintu, sementara para peserta saling menyapa dan bercanda kecil — seperti menahan waktu agar tak cepat berganti.
Sebelum berangkat, semua berkumpul di depan hotel untuk sesi foto bersama.
Banner besar bertuliskan High-Speed Railway Familiarization Trip 2025 terbentang di belakang mereka.
Senyum lebar memenuhi frame, namun di baliknya ada rasa berat yang tak diucapkan: setelah ini, semuanya akan kembali ke rutinitas masing-masing.
Ada yang dari Malaysia, ada yang dari Padang, Surabaya, Bekasi, dan Jakarta — semuanya pernah asing, tapi kini terasa seperti satu keluarga besar yang terbentuk karena perjalanan.
Perjalanan Pulang Bersama Whoosh
Sekitar pukul 09.00 pagi, rombongan menuju Stasiun Bandung.
Koper dan tas tersusun rapi, langkah para peserta ringan meski sedikit enggan meninggalkan suasana hangat Braga.
Sesampainya di peron, mereka menyempatkan diri untuk berfoto bersama sebelum naik ke kereta cepat Whoosh.
Begitu duduk di kabin yang modern dan bersih, suasana berubah menjadi hening yang indah.
Di layar digital terpampang angka 315 km/jam, sementara pemandangan luar jendela melintas cepat — sawah, perbukitan, dan langit cerah Jawa Barat.
Salah satu peserta asal Malaysia spontan berkata sambil tersenyum, “Oh cepat sekali, laju sangat dan tak terasa ya.”
Tawa kecil terdengar, di sambung canda ringan, “Udah kayak reuni keluarga besar ya.”
Yang lain menimpali, “Iya, bedanya ini keluarga yang di bentuk gara-gara macet, hujan, dan kopi sachet di rest area.”
Suasana kabin pun kembali riuh oleh tawa.
Lalu salah satu peserta asal Malaysia menatap keluar jendela dan berucap pelan, “Keren ya… Indonesia sekarang sudah punya kereta cepat. Negara yang kaya budaya, tapi juga tak tertinggal dalam teknologi.”
Perjalanan dari Bandung menuju Stasiun Whoosh Halim terasa cepat — tapi justru di dalam kecepatan itulah muncul rasa hangat, rasa bangga, dan kesadaran bahwa Indonesia kini melaju tanpa kehilangan senyum ramahnya.
Ucapan Terima Kasih
Kegiatan High-Speed Railway Familiarization Trip 2025 terselenggara berkat kolaborasi dan dukungan dari berbagai pihak.
Ucapan terima kasih di sampaikan kepada Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi Jawa Barat (Disparbud Jabar), Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf), serta seluruh mitra pendukung — mulai dari ASITA, PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC), pemerintah daerah, pengelola destinasi wisata, hingga rekan media dan pelaku industri pariwisata yang turut berkontribusi dalam suksesnya perjalanan ini.
Semoga semangat kolaborasi ini terus berlanjut dalam memperkenalkan potensi pariwisata dan keindahan Indonesia kepada dunia — dengan kecepatan, keramahan, dan cerita yang menghangatkan hati.
(Acil)