
Vakansiinfo, Jakarta – Penelitian terbaru dari Health Collaborative Center (HCC) membuktikan 4 dari 10 Orang yang tinggal di Jabodetabek alami kesepian derajat sedang dan berat. Yang di tandai dengan indikator survey online pada 1229 responden selang 3 bulan terakhir. Peneliti utama dan Ketua HCC Dr dr. Ray Wagiu Basrowi, MKK menegaskan. Hasil derajat kesepian orang Jabodetabek ini secara signifikan berhubungan langsung dengan empat variable. Yaitu status perantauan, usia muda kurang dari 40 tahun, status belum menikah dan perempuan.
Menurut Dr Ray, survey menggunakan UCLA Loneliness Scale ini menunjukkan bahwa, “status seorang perantau yang tinggal di Jabodetabek memiliki potensi atau risiko hampir dua kali lipat untuk menderita kesepian derajat sedang hingga berat.
Bahkan terdapat satu indikator penting yaitu 62% indikator kesepian di bentuk oleh perasaan tidak merasa cocok dengan pergaulan dan orang-orang di sekitarnya. Ini indikator yang tidak menyenangkan karena WHO sendiri sudah mengeluarkan rekomendasi. Bahwa bahaya dari kesepian dapat meningkatkan terjadinya gangguan kesehatan jiwa, meningkatkan risiko penyakit-penyakit jantung. Dan pembuluh darah yang berbahaya bahkan meningkatkan risiko kematian.” Ungkap dr Ray yang juga inisiator Kaukus Masyarakat Peduli Kesehatan Jiwa.
Hasil penelitian ini lebih lanjut menemukan fakta lain. Yaitu lebih 51% kelompok penduduk dengan usia di bawah 40 tahun mengalami kesepian derajat sedang dengan risiko nya lebih dari dua kali lipat. Menurut Dr Ray temuan ini juga membuktikan bahwa kelompok usia muda yang berada pada tahap masa hidup aktif dan produktif ternyata sebagian besar mengalami kesepian. Artinya istilah support system yang sangat popular di kalangan generasi muda terkesan tidak cukup mendukung para generasi muda dan produktif di kota besar untuk tidak merasa kesepian. Tegas dr Ray yang merupakan pengajar kedokteran kerja di Departemen Kedokteran Komunitas FKUI ini.
Temuan lain dari studi ini adalah terkait dengan status perkawinan. Sebanyak 60% penduduk Jabodetabek yang belum menikah atau janda dan duda mengalami kesepian derajat sedang hingga berat. Di mana risikonya juga secara statistik sangat bermakna yaitu mencapai satu setengah kali lipat.
Dr Ray mengungkapkan. “Kondisi status perkawinan ternyata ketika di hubungkan dengan derajat kesepian menunjukkan adanya hubungan dengan jenis kelamin perempuan. Jadi perempuan memang lebih rentan untuk mengalami kesepian bila mereka tidak menikah, paling tidak ini terlihat dari analisis univariat yang di lakukan penelitian ini.” Ujarnya.
Penelitian dari HCC ini di lakukan oleh Dr Ray sebagai Peneliti Utama bersama Yoli Farradika, MEpid sebagai Research Associate. Penelitian berlangsung sejak November 2023 pada 1229 responden mayoritas Jabodetabek. Dengan mayoritas perempuan rentang usia antara 21 hingga 60 tahun. Penelitian di lakukan dengan survey online menggunakan kuesioner UCLA Loneliness Scale yang tervalidasi dalam Bahasa Indonesia. Dengan random sampling dan margin of error 1.6 dan mendapatkan izin etik dari Komisi Etik Kesehatan. Yang merujuk pada tingkat kredibilitas dan validitas dari hasil penelitian ini.
Lebih lanjut Dr Ray mengungkapkan, penggunaan kuesioner UCLA Loneliness Scale sudah sering di pakai untuk mendapatkan penggambaran skala kesepian di komunitas di berbagai negara. Sehingga kuesioner ini dapat di pertanggung jawabkan secara ilmiah.
Meskipun demikian, menurut dr Ray, tentunya hasil ini tidak 100% merepresentasikan kondisi secara umum. Tapi cukup kuat untuk mendapatkan indikasi derajat kesepian. Agar menjadi bahan acuan, diskusi dan rekomendasi bagi masyarakat, tenaga kesehatan dan pemerintah untuk mencari solusi bahwa kesepian itu terjadi di masyarakat kita dan perlu diatasi dengan sejumlah langkah cepat. Salah satu rekomendasi HCC berdasarkan studi literatur menunjukkan efektivitas dari ruang public yang ramah interaksi sudah di terapkan di berbagai negara di Eropa dan Amerika.” Hasil studi ini di harapkan bisa menjadi pemantik diskusi pentingnya kesehatan jiwa di Indonesia.
Tentang HEALTH COLLABORATIVE CENTER (HCC)
Health Collaborative Center (HCC) adalah wadah promosi dan advokasi kesehatan nirlaba di Indonesia. Bergerak dalam bidang kesehatan masyarakat dan kedokteran komunitas. Di dirikan sejak Juli 2019 oleh Dr. dr. Ray Wagiu Basrowi, MKK, FRSPH. Yang juga sebagai Ketua; HCC fokus pada kajian ilmiah, riset dan edukasi/promosi kesehatan masyarakat. Termasuk di bidang nutrisi dan kedokteran komunitas, kesehatan kerja hingga kesehatan mental. Untuk menjangkau populasi yang lebih luas, HCC menggunakan platform digital. Melalui Instagram HCC (@healthcollaborative.center), dan saluran Youtube HCC @HealthCollaborativeCenter dengan identitas hashtag #SEHATINDONESIA
Tentang Dr. dr. Ray Wagiu Basrowi, MKK, FRSPH
Ray Wagiu Basrowi adalah Peneliti dan Doktor bidang Ilmu Kedokteran Komunitas serta Fellow dari The Royal Society for Public Health (FRSPH). Ray merupakan Founder & Chairman dari Health Collaborative Center (HCC), sebuah institusi riset dan advokasi kesehatan komunitas di Indonesia. Berpengalaman lebih dari 18 tahun sebagai Medical Affairs Leader di industri gizi dan pangan, Ray juga pengajar di Program Studi Kedokteran Kerja dan Kedokteran Komunitas FKUI serta menjadi Chief Editor dari The Indonesian Journal of Community and Occupational Medicine (IJCOM) dan Inisiator Kaukus Masyarakat Peduli Kesehatan Jiwa (Kaukus Keswa). Ray mempublikasikan lebih dari 100 artikel ilmiah bidang kedokteran dan life-science di jurnal internasional dan reviewer di BMC, MDPI, PlosOne dan Bentham Publishing.
Email: ray.basrowi@gmail.com ray.basrowi@healthcollaborativecenter.org Instagram @ray.w.basrowi
Profil Wikipedia: https://id.wikipedia.org/wiki/Ray_Wagiu_Basrowi
(Eff)