VakansiInfo – Tohir Kulikulo nama tenar lelaki paruh baya bernama KTP Sukmajaya ini, memang terkenal sebagai salah satu seniman multi talenta. Selain sebagai vokalis KPJ Merdeka, dia juga di kenal sebagai pelukis otodidak, Yang menggunakan batu-batu kali Ciliwung sebagai media menuangkan ekspresi melukisnya.
Semestinya pada hari Kamis 3 September 2025, seperti yang tercantum dalam poster kegiatan. Dirinya memamerkan hasil kreasi 50 karya lukis batunya di sertai beragam kegiatan pentas seni dan budaya. Bersama banyak komunitas seni dan budayawan Kota dan Kabupaten Bogor dalam kegiatan Kuliner Asia, Festival Durian di Pelataran Botani Square, selama sehari penuh. Akan tetapi karena satu dan lain hal, kegiatan tersebut kemudian di pindahkan ke bantaran kali Ciliwung Sukasari Bogor Timur Kota Bogor.
Meskipun, berpindah tempat dan kegiatan di mulai bada dhuhur. Akan tetapi kemeriahan acara tersebut tidak menjadi surut, menurut pantauan penulis, aktifitas pameran dan pentas seni tersebut justru semakin menambah guyub kegiatan. Di mana semua elemen yang terlibat malah semakin karib dan kompak.
Di hadapan warga bantaran kali Ciliwung pameran dan pentas seni terasa begitu intens menyapa masyarakat. Seni menjadi tidak berjarak dengan penikmatnya, karena semua yang hadir turut tenggelam dalam kegembiraan. Bernyanyi dan berjoget bersama di iringi komunitas yang tampil seperti De Sikil pimpinan Roy Gimbal, RKPK, Sambu Street, KPJ Merdeka. Dan bertambah meriah dengan tampilan Bogor Wanita Berkebaya(BWB) serta Bundo Kanduang.
Di awali dengan doa, kemudian musik kasundaan mengalun ritmis mengiringi Ki Bambang Sumantri membacakan Rajah Bubuka bersama Ki Tjetjep Torik dari Pamong Budaya Bogor.
Rajah Batu, Merespon Situasi Sosial
Selepas pembacaan rajah bubuka, tampil Jangkar Jiwa pimpinan Heri Cokro. Membawakan Teatrikalisasi “Rajah Batu” yang membawa suara keprihatinan pada situasi sosial politik yang berkembang saat ini. Di mana di gambarkan bahwa di sebuah negeri batu, di huni manusia batu, kehidupan batu, sistem batu, anutan hidup batu yang begitu keras dan membatu.
Dalam Teatrikalisasi tersebut di ungkapkan jika hidup telah membatu sedang batu-batu di anggap tak berjiwa. Maka batu-batu tersebut akan saling bertumbukkan, terpecah dan menjadi kerikil atau debu tak berarti. Sedangkan selama ini, batu-batu juga menyimpan warisan leluhur (Karuhun) yang mengandung kearifan dan kebesaran peradaban yang abadi, kokoh tak tergerus perubahan zaman. Akan tetapi jika batu-batu berharga yang menyimpan mutiara sejarah tersebut di abaikan atau hanya di anggap sekedar artefak peninggalan yang mati. Maka makna keberadaan nilai-nilai budayanya juga akan mati serta menjadi petaka dalam menata kehidupan bersama saat ini.
Heri Cokro sebagai performer rajah batu menyampaikan bahwa batu-batu yang diam jangan di anggap tidak memiliki kehidupan. Batu-batu tersebut, seperti batu tulis, situs prasasti ciaruteun, candi-candi, bangunan batu prasejarah, situs batu cibalay, situs batu Gunung Padang dan ribuan petilasan di tatar Sunda dan Nusantara adalah samudra misteri yang menyimpan banyak arti. Menanti manusia untuk meneliti serta menggali hikmah dari keberadaannya. Seraya menggunakannya dalam menata hidup yang lebih memuliakan sesama serta keseimbangan hidup bersama alam raya.
“Batu-batu kasilih Harti
Ngaruksak tali paranti
Batu-batu obah rupa
Titenan ku sia
Titenan ku sia
Nagara Bangsa andika
bakal rungkad diamuk bala
Balik deui sia kabeh
Alam raya moal sare
Sing saha nu ngarusak kasaimbangan
Sing saha nu ngarusak kaadilan
Bakal burak kagusur zaman”
Demikian potongan rajah yang Heri Cokro bacakan.
Di penghujung pementasan di mana dia menggunakan proferti dari bahan daur ulang. Wayang Kardus karya salah satu siswanya, Rafi, siswa kelas 8 SMP Triwijaya Bogor tempat dia mengajar. Juga di pungkasi oleh sajian lagu “Ibu Pertiwi” oleh Rara Gendis dengan kegiatan iringan musik sahdu KPJ Pos Bantaran Kali Ciliwung. Yang menambah muram penampilan tersebut akan tetapi menumbuhkan tekad bersama untuk peduli pada warisan budaya dan peradaban para Karuhun. Serta bergiat untuk memperbaiki kehidupan dengan cinta mendalam terhadap tanah air dan bangsa.
Tohir Kulikulo sebagai koordinator pelaksana menyampaikan sebaris kata bermakna, “Apapun kendala yang di hadapi, proses berkarya seni dan budaya tidak boleh mati. Di sana atau di sini sama saja, selama bisa berkarya, kita harus rayakan kehidupan dengan keindahan berkesenian. Kita tetap menyuarakan tegaknya keadilan dan kritik sosial dengan karya-karya yang bermakna. Agar hidup tidak kaku, agar pikiran tidak membantu, agar kita tidak lagi di anggap sekedar sebongkah batu!” Ungkapnya berapi-api.
Tampak hadir dalam kegiatan tersebut Ketua Aliansi Komunitas Jawa Barat, Iman Sobar dan sekjen, Lutfi Suyudi bersama para budayawan. Ada pula para relawan kesehatan masyarakat yang turut berpartisipasi memberikan layanan pemeriksaan kesehatan. Tepat pukul 16.00 Wib kegiatan di tutup dengan doa dan makan nasi kuning bersama di mana kebetulan ada pegiat seni jalanan, Coki yang sedang berulang tahun.
(Ckr03)