VakansiInfo – Dari Jemputan Kakak ke Bengkel Insinyur Bodoh: Ketika Pelumas Ajaib dan Kebebasan Bertemu
Setelah mobil jemputan Ka ucrit hilang di ujung gang, rumah terasa aneh—lebih sepi, tapi juga lebih longgar.
Udara pagi yang biasanya penuh suara Ka ucrit ngoceh kini cuma di isi derit kipas angin dan bunyi sandal Emak yang mondar-mandir.
Si Robot Gedeg duduk di lantai ruang tengah, memandangi pintu depan yang baru saja menelan kakaknya pergi. Sesekali ia menoleh ke arah mainan yang berantakan, tapi nggak ada minat buat main. Kepalanya di penuhi ide yang, untuk ukuran bocah seusianya, tergolong… berbahaya: menjelajah sendirian.
Bapak—alias Insinyur bodoh pak karna —langsung membaca gelagat itu.
Bagi dia, Acilo bukan sekadar anak; Acilo adalah proyek. Proyek ambisius yang kalau berhasil… bisa jalan tanpa pegangan.
Ah, sepertinya robot ini belum sempurna. Pak karna terus berpikir keras: bagaimana caranya si Robot Gedeg ini bisa berjalan sendiri, tanpa harus terus menempel pada “stick”-nya?
“Engselnya belum pas, pelumasnya kurang,” gumamnya sambil mengamati kaki si Acilo yang digerak-gerakkan seperti montir lagi cek suspensi mobil.
Seolah sedang merakit Transformer versi KW Super, ia utak-atik kaki si Hadi tiap malam. Kadang diberdirikan, kadang dilepasin pelan-pelan di lantai. Sekali waktu malah seperti sengaja “dilempar” ke medan tempur… Bukan got, bukan juga parit. Tapi lebih kayak dilempar ke samudra Atlantik—yang dingin, dalam, dan tanpa sekoci. Nggak ada pelampung, Nggak ada getek bambu, Nggak ada kode cheat!
Pernah juga dikasih minyak ikan. Rasanya mirip… oli mesin rumput. Satu sendok kecil, tapi efeknya seperti di-reset pabrik. Getaran dalam perut si Robot Gedeg langsung muter seperti mesin diesel 2 tak.
Semua terapi itu—dari yang medis sampai yang mistis—dijalani dengan muka polos. Emak Yan sudah terlihat begitu lelah, tapi pak karna, si Insinyur bodoh, tetap yakin:
“Tenang, Mah. Si Acilo ini butuh gue oprek dulu engsel-engselnya.”
Robot Gedeg pun terus berlatih. Gerakannya kadang seperti gasing rusak. Muter, mentok, jatuh, bangun lagi. Kadang tangannya naik ke atas, joget-joget aneh, kayak lagi nyari sinyal alien.
Tapi semua itu, ternyata… tidak sia-sia.
Pelumas “oli rasa jeruk” itu rupanya mulai meresap ke dalam gear-gear halusnya. Gerakannya makin liar—kaya Beyblade: baru muter, langsung mental ke dinding, baru berdiri, nyelonong ke arah pintu.
Pak karna senyum lebar.
“Nah… udah bisa di lepas nih kayaknya.”
Pelatihan pun berubah jadi ajang uji coba liar. Acilo, dengan kaki mungilnya yang mulai stabil, berani menjelajah dari ruang tengah ke dapur tanpa pegangan. Sekali hampir nyungsep kena ember cucian, tapi entah bagaimana dia sukses menghindar—meski akhirnya malah nyelonong nabrak pintu kulkas.Pak karna tepuk tangan, sementara Emak cuma geleng-geleng kepala, antara bangga dan was-was.
Bagi si Robot Gedeg, setiap langkah itu seperti misi rahasia. Dia bukan cuma berjalan—dia sedang menguji kebebasannya. Tidak ada lagi Kak Ucrit yang melarang atau narik-narik bajunya. Tidak ada yang menyuruh duduk diam. Dunia terasa luas… dan akhirnya setiap langkah kaki siap menjelajah.
Teaser cerita selanjutnya…
Namun, kebebasan kadang membawa risiko. Di suatu pagi, saat rumah sedang sibuk menjemur pakaian, si Robot Gedeg melihat sesuatu di luar pagar yang membuat matanya berbinar. Dan kali ini, tidak ada yang cukup cepat untuk menghentikannya…
(Acil)