
VakansiInfo – Untuk kedua kalinya, Yayasan Rancage Manunggal Rasa (RMR) menggelar kegiatan budaya Nyawang Bulan di Bumi Ageung Pakuan Padjajaran, Batutulis, Bogor Selatan, pada Senin sore hingga tengah malam (6/10/2025). Sekitar 50 komunitas seni dan budaya turut hadir dalam kegiatan yang menjadi wadah silaturahmi sekaligus refleksi spiritual di bawah sinar bulan purnama ini.
Meresapi Makna “Nyawang Bulan”
Secara harfiah, nyawang bulan berarti menatap atau merenungi bulan. Dalam budaya Sunda, istilah ini mengandung makna yang lebih dalam. Sebuah aktivitas kontemplatif di bawah cahaya purnama, untuk mencari ketenangan, mengenang kebesaran Sang Pencipta, dan mempererat ikatan antarwarga. Suasananya bisa melankolis, romantis, maupun spiritual, tergantung niat dan kebersamaan yang menyertainya.
Kegiatan Nyawang Bulan yang diinisiasi Yayasan Rancage juga menjadi ruang bertemu bagi para pelaku dan pecinta seni Sunda. Di dalamnya terdapat berbagai kegiatan seperti pengobatan tradisional, terapi, dialog budaya, pementasan karya seni dan sastra, doa bersama (tawasulan), hingga refleksi dan penghormatan kepada leluhur.
Dari Refleksi hingga Pementasan Seni
Acara yang dipandu trio karismatik Kang Tjetjep Toriq, Kang Odoy, dan Ki Dalang Ceceng berlangsung hangat dan dinamis. Dimulai dengan sesi pengobatan dan terapi, lalu berlanjut dengan seremoni selepas Magrib dan Isya hingga berakhir sekitar pukul 12 malam.
Ketua Yayasan Rancage Manunggal Rasa Rahmatan Lil Alamin, Kyai A. Taviv, dalam sambutannya menyampaikan rasa terima kasih atas dukungan puluhan komunitas yang hadir. “Semoga kegiatan Nyawang Bulan dapat terus berlanjut dan membawa hikmah bagi kita semua, sebagai bentuk penghargaan terhadap warisan tradisi para leluhur,” tuturnya.
Sementara itu, Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Disparbud) Kota Bogor, Drs. Firdaus, M.Si, yang turut hadir, mengungkapkan kebanggaannya bisa berkumpul bersama para seniman dan budayawan. “Nyawang Bulan bukan sekadar memandang bulan ciptaan Tuhan, tetapi juga sarana melestarikan tradisi lewat beragam seni dan rasa syukur. Bagi saya, budayawan itu bukan lawan, melainkan sahabat. Silaturahmi seperti ini penting agar setiap masalah bisa di carikan solusi bersama,” ucapnya.
Panggung Budaya dan Doa Bersama
Rangkaian acara semakin semarak dengan berbagai penampilan seni. Mulai dari lagu “Caang Bulan Sapanjang Paledang” oleh Ketua KPJ Merdeka Bogor hingga teatrikalisasi puisi bertema kritik sosial ka-Sunda-an dari kelompok Jangkar Jiwa yang dibawakan Heri Cokro.
Tak ketinggalan, sejumlah tokoh budaya turut menyampaikan narasi dan refleksi dari komunitasnya masing-masing. Seperti Ki Gugum Gumelar (Ketua DPP Kandaga Urang Sunda), Ki Awal (Padepokan Paduluran Sunda), serta perwakilan komunitas Wanita Berkebaya Bogor, Ibu Heti dan Ibu Rida.
Menjelang tengah malam, acara di tutup dengan tawasulan dan doa bersama yang di pimpin Kyai Taviv dan Ki Nurdin. Di lanjutkan prosesi babakti oleh Ki Bambang Sumantri dari Pamong Budaya — menjadi simbol penghormatan dan harapan bagi keberlanjutan nilai-nilai luhur budaya Sunda.
(Ckr03/red)