Vakansiinfo, Jakarta,- Dengan ini Forum Seniman Peduli Taman Ismail Marzuki atau #saveTIM perlu sampaikan, bahwa persoalan Wisma Seni Pusat Kesenian Jakarta Taman Ismail Marzuki (PKJ-TIM) yang akan di kelola dengan standar hotel berbintang, telah menjadi polemik di kalangan seniman yang memiliki kepedulian terhadap TIM.
Penandatanganan seremoni pada tanggal 22 Mei 2024 yang di lakukan oleh Direktur Utama PT Jakarta Propertindo (Perseroda), Iwan Takwin. Dan Chief Operating Officer Artotel Group, Eduard R Pangkerego. Yang di hadiri oleh Ketua Harian Dewan Kesenian Jakarta Bambang Prihadi. Sangat melukai perjuangan seniman #saveTIM yang dari sejak awal telah menolak pembangunan hotel dalam rancangan revitalisasi TIM.
Supaya menjadi perhatian, perlu #saveTIM sampaikan beberapa catatan penting terkait perjuangannya menolak adanya hotel di TIM :
1. Pada acara diskusi budaya “PKJ TIM Mau Di bawa Kemana” di Pusat Dokumentasi Sastra HB Jassin tanggal 23 November 2019, para seniman bersitegang dengan Deputi Gubernur DKI Jakarta bidang Pariwisata dan Kebudayaan (Dadang Solihin), terkait pembangunan hotel dalam revitalisasi TIM. Diskusi yang berakhir ricuh tersebut melahirkan Petisi Cikini yang di gagas oleh Radhar Panca Dahana sebagai sikap penolakan seniman terhadap pembangunan hotel di kawasan PKJ-TIM. Dari peristiwa ini terbentuklah Forum Seniman Peduli Taman Ismail Marzuki (FSP-TIM) yang kemudian lebih di kenal dengan sebutan #saveTIM.
2. Sebulan kemudian, unjuk rasa #saveTIM di Balai Kota DKI Jakarta pada 23 Desember 2019 tidak hanya menolak pembangunan hotel, tapi sekaligus menolak Jakpro mengelola TIM dan menuntut di cabutnya Pergub 63 tahun 2019. Sore harinya #saveTIM bertemu dengan Sekda Pemprov DKI Jakarta (Saefullah) beserta stafnya yang difasilitasi oleh Fraksi PDIP DRPD DKI Jakarta.
3. Berbulan-bulan #saveTIM melakukan “silent action” di trotoar jalan depan TIM untuk menolak pembangunan hotel berikut 2 tuntutan lainnya.
4. Pada aksi “Pertunjukan Terakhir” tanggal 14 Februari 2020 di puing reruntuhan Gedung Teater Graha Bhakti Budaya yang di koordinir Mogan Pasaribu dan Exan Zen melawan buldozer penghancur bangunan cagar budaya, di mana Radhar Panca Dahana terjatuh dan di larikan ke Rumah Sakit Cipto Mangun Kusumo, #saveTIM menggelorakan tuntutan “moratorium revitalisasi TIM” terkait penolakan hotel.
5. Dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) di ruang rapat Komisi X DPR RI, Gedung Nusantara I, Senayan, Jakarta, tanggal 17 Februari 2020, permintaan #saveTIM agar revitalisasi TIM yang akan membangun hotel di moratorium, telah di terima oleh seluruh anggota Komisi X.
6. Sepuluh hari kemudian, tanggal 27 Februari 2020, Komisi X DPR RI memanggil Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, Ketua DPRD DKI Jakarta M. Prasetyo dan Direktur Utama Jakpro Dwi Wahyu Daryoto untuk memberikan penjelasan soal prosedur dan kronologsi sampai terjadinya revitalisasi yang sudah di mulai sejak Juli 2019, serta penjelasan terkait peralihan Pusat Kesenian Jakarta Taman Ismail Marzuki (PKJ TIM) yang akan di alihkan menjadi area komersial dengan adanya hotel.
7. Tiga hari kemudian terjadi pertemuan di Jalan Mahakam antara perwakilan #saveTIM (Radhar Panca Dahana, Noorca M. Massardi, Exan Zen, Tatan Daniel dan Joe Marbun) dengan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dan Dirut Jakpro Dwi Wahyu Daryoto yang di mediasi oleh Wakil Ketua Komisi X Dede Yusuf. Pertemuan 4 jam (19.00-23.00 WIB) ini menghasilkan kesepakatan bahwa moratorium revitalisasi TIM akan di cabut setelah di lakakun Fokus Group Discussion (FGD) yang salah satunya membahas soal penolakan hotel.
8. Dalam 2 kali FGD antara #saveTIM dengan Humas Jakpro (Yeni Kurnaen), tim ahli Jakpro, arsitek Andra Matin, perwakilan Tim Gubernur Untuk Percepatan Pembangunan (TGUPP) dan Kepala Dinas Kebudayaan (Iwan Henry Wardhana). Menghasilkan kesepakatan rancangan hotel di ubah menjadi Wisma Seni yang harganya terjangkau seniman menengah ke bawah. Yang akan melakukan pertunjukan atau aktivitas seni lainnya di TIM. Moratorium kemudian di cabut dan FGD berikutnya berlanjut di masa pandemi Covid-19.
9. Pada Seminar “BLUD Untuk Seluruh Kawasan TIM” tanggal 12 November 2023 di Teater Arena Wahyu Sihombing TIM yang di gagas #saveTIM dan di selenggarakan oleh UP PKJ-TIM. Menghasilkan beberapa nota kesepakatan, salah satunya akan di adakan FGD terkait BLUD. Yang akan mengelola seluruh kawasan TIM (termasuk Wisma Seni). Dalam hal ini, Ketua DKJ yang ikut tandatangan di beri mandat oleh peserta seminar untuk melaksanakan FGD tersebut.
Masih Menunggu
Sampai saat ini, #saveTIM masih menunggu FGD BLUD yang juga belum terlaksana dengan alasan DKJ tidak memiliki anggaran. Namun yang membuat #saveTIM terkejut. Ketua DKJ justru ikut hadir dalam penandatanganan seremoni “Wisma Seni yang akan di kelola dengan standar hotel berbintang”. Antara pihak Jakpro dengan Artotel Group.
Sudah tersebar di beberapa media, bahwa Wisma Seni yang di lengkapi dengan 139 kamar dengan luas mulai dari 28 m2 hingga 52 m2. Ruang pertemuan, kolam renang, komunal area, dan restoran, akan menerima tamu dari masyarakat umum. Baik untuk kebutuhan bisnis maupun leisure, dengan dalih untuk mendukung perekonomian dan pariwisata kota Jakarta.
Sekali lagi, untuk perekonomian dan pariwisata, artinya bukan untuk kesenian dan kebudayaan. Padahal 4 tahun sebelumnya, tepatnya tanggal 19 Februari 2020 atau 3 hari setelah permintaan moratorium #saveTIM di terima Komisi X DPR RI. Direktur Operasional Jakarta Propertindo (Jakpro) Muhammad Taufiqurrachman di Hotel Kempinski, telah membuat pernyataan ke media bahwa “Wisma Seni yang dulunya pondok-pondok di TIM, akan di berikan semacam losmen dengan nama Wisma Seni dengan jumlah kurang lebih 200 kamar. Losmen-losmen itu nantinya di fasilitasi dengan kebutuhan para seniman untuk istirahat dan tidak akan di patok (harganya). Apalagi di gunakan untuk wisatawan seperti yang di khawatirkan oleh seniman yang menolak revitalisasi TIM di kerjakan Jakpro.
Kenapa sekarang Wisma Seni TIM justru di serahkan kepada pihak swasta? Dari PT di oper ke PT yang lain, untuk kepentingan apa dan siapa? Kenapa pula Wisma Seni TIM harus di kelola dengan standar hotel berbintang? Berapa harganya? Apa terjangkau oleh seniman menengah ke bawah? Jika hanya untuk kalangan kelas menengah ke atas yang bukan seniman melainkan umum. Apalagi cuma alasan untuk perekonomian dan pariwisata, #saveTIM dengan tegas menyatakan sikap “Menolak Hotel Berbintang dengan kedok Wisma Seni”.
Demikian surat terbuka ini #saveTIM buat. Di harapkan Ketua DKJ dan Direktur Utama PT Jakpro bisa memberikan jawaban atau klarifikasinya secara terbuka pula supaya di ketahui oleh publik secara luas. Sekian dan terimakasih.
Jakarta, 8 Juni 2024
Forum Seniman Peduli Taman Ismail Marzuki
#saveTIM.
Kontributor : Lasman Simanjuntak
( *)