Vakansiinfo – Di tengah kepungan hujan, sekira 20 orang muda berkumpul di Sekretariat Pejuang Waktu, Jln. R.E. Soemantadiredja No 421, Kampung Bantarkambing, Cijeruk Kabupaten Bogor. Pada Kamis sore (23/05/2024) sekira pukul 14.30 WIB yang di selenggarakan oleh Gerakan Cisadane Resik Literate. Mereka berkumpul untuk mengikuti kegiatan bedah buku ‘Giok Sin’ sebuah novel karya Tisnawati Simowibowo.
Sebelum para pembicara hadir, anak-anak muda yang tergabung dalam Gerakan Cisadane Resik Literate. Melakukan workshop cukil kayu sejak bada dhuhur. Dan melahirkan beberapa produk tas bergambar sablon cukil kayu bertema lingkungan.

Selepas ashar, para pembicara hadir untuk membedah novel Giok Sin tersebut. Di antara yang hadir adalah penulis buku Tisnawati Simowibowo, Staf pengajar sejarah SMAN 1 Cijeruk, Dwiyoso Nugroho, dan penggerak Literasi Rumah Baca Putra Bangsa, Isti Wuryanti. Dengan di pandu moderator pembina Pejuang Waktu, Sutanandika.
Di buka dengan prawacana oleh moderator yang menyampaikan arti pentingnya membedah isi buku Giok Sin sebagai sarana membuka wawasan kita. Khususnya generasi muda akan sejarah bangsa, pola budaya, realitas kehidupan ekonomi pada masa kolonial. Dan nilai-nilai positif yang mengalir dari rangkaian kisah apik yang menembak sosok perempuan Tionghoa keturunan. Lengkap dengan segala persoalan, perjalanan hidup dan pengembangan karakter diri tokoh Giok Sin sebagai tokoh utama di novel tersebut.
Pada pengantar diskusi bedah bukunya, Tisnawati menyampaikan bahwa proses menulis yang di alaminya memang di asah sejak kecil. Dari mulai mengisi kolom cerpen di majalah anak ‘Kuncung’, hingga majalah kebudayaan ‘Basis’ yang terbit di Yogyakarta.
“Setelah mengalami proses tersebut, saya memberanikan diri menulis Novel. Maka jadilah buku Giok Sin ini.” Ungkapnya.

Tanggapan pembedah pertama di sampaikan oleh Dwiyoso Nugroho yang mencoba fokus pada sudut pandang sejarah. Menurut Dwiyoso saat membaca buku ini dirinya seolah terkenang pada tulisan novelis terkenal Pramudia Anantatoer dan Eiji Yosikawa novelis Jepang yang di kaguminya. Yang menulis dengan berbasis sejarah. Dengan membaca buku Giok Sin ini, kata Dwiyoso, sama saja dengan kita membaca sejarah. Karena bahannya 50 persen dari peristiwa sejarah selain imajinasi sang penulis.
“Syarat menjadi sejarah itu ada 3, yaitu unik, Abadi dan penting. Dengan membaca buku ini, semua syarat itu masuk dalam alur cerita yang di alami si tokoh utama yaitu Giok Sin. Seorang perempuan Tionghoa sederhana yang juga penuh dengan nilai-nilai perjuangan. Menjadi seseorang dari keadaan tiada menjadi seseorang yang sukses, terpandang dan mampu berbagi pada sesama yang menginspirasi pembaca.” Ungkap Dwiyoso.
Sebelum menutup bahasannya, Dwiyoso menambahkan asiknya membaca buku ini. Karena di antara narasinya juga banyak di sisipi rima-rima tulisan yang terasa nyaman saat di baca. Mengungkap kultur etnis tionghoa yang mungkin jarang di ketahui. Serta informasi tentang bahasa dan kuliner yang berakar dari budaya Cina yang telah menjadi milik bangsa Nusantara.

Isti Wuryanti sebagai pembedah kedua menyampaikan apresiasinya. Bahwa buku ini tidak main-main dari sisi kualitas karena penerbitnya adalah PT Kompas Media Nusantara. Yang banyak menerbitkan buku-buku dengan syarat yang tinggi dan seleksi yang panjang.
Menurutnya, cerita novel ini mengalir dengan bahasa yang mudah di pahami semua orang. Meski pun harus berpikir ekstra karena agak susah bagi orang kebanyakan untuk mengingat nama-nama tokoh. Istilah dan kebiasaan dari peranakan Tionghoa dan dengan nama cina.
“Akan tetapi, dengan begitu kita lebih mengenal budaya etnis tionghoa yang selama ini kurang kita kenali. Dengan membaca buku ini sedikit banyak kita jadi tahu prinsip-prinsip hidup. Yang membuatnya mampu survival untuk menjadi sukses dan tidak lupa tetap beramal sosial. Ini juga yang perlu di teladani oleh kita semua.” Ungkap Isti dengan semangat.
Selepas sesi pemaparan, diskusi bedah buku Giok Sin di lanjutkan dengan tanya jawab. Yang membuat para peserta dari generasi muda itu merasa antusias dan berlomba mengajukan pertanyaan. Tentang segala hal mulai dari bagaimana kiat jadi penulis, mengorek lebih dalam tentang kultur. Bahkan ada juga yang beropini menambah dinamis kegiatan yang berlangsung meski pun dalam suasana hujan deras.
Kegiatan bedah buku di akhiri dengan doa dan obrolan santai bersama penulis Tisna Simowibowo. Yang juga menyampaikan donasi dari para sahabatnya untuk kegiatan Gerakan Cisadane Resik kepada Sutanandika.
(Ckr03)