You are currently viewing Mengenal Tradisi Perahu Naga di Hari Raya Peh Cun Sungai Cisadane

Vakansiinfo – Pada setiap tanggal 05 bulan 05 dalam penanggalan Khongcu Lek. Masyarakat peranakan Tionghoa yang berada di seputaran Sungai Cisadane mempunyai hajat. Di mana hajat ini di meriahkan dengan berbagai acara dan tradisi peranakan tersebut berkaitan dengan perayaan peh cun.

Masyarakat Tionghoa mengenal peh cun sebagai hari Twan Yang. Pada hari tersebut, di waktu Twan Ngo yaitu sekitar pukul 11.00 – 13.00 di yakini sebagai waktu yang baik untuk memetik tanaman obat. Selain itu, pada waktu Twan Ngo masyarakat Tionghoa juga melaksanakan sembahyang Twan Yang dan melakukan berbagai tradisi lainnya.

Tradisi lomba perahu naga merupakan salah satu dari berbagai tradisi dalam perayaan peh cun di Sungai Cisadane. Munculnya tradisi perahu naga tidak lepas dari kebudayaan sungai di Zaman Dinasti Ciu. Menurut buku berjudul Hari Raya Twan Yang (Hari Kehidupan) yang di terbitkan oleh perkumpulan keagamaan dan sosial Boen Tek Bio, tradisi lomba perahu naga berawal dari peristiwa di Sungai Bek Lo.

Asal Usul Tradisi Peh Cun

Peristiwa Sungai Bek Lo mengisahkan seorang menteri besar yang di kenal tangguh dan berpengaruh bernama Qu Yuan. Qu Yuan juga di kenal lantaran berhasil mempersatukan enam negeri ke dalam Negeri Cho untuk menyerang Negeri Chien. Orang-orang Negeri Chien kemudian menyerang balik dengan menyebarkan fitnah kepada Qu Yuan. Qu Yuan akhirnya terusir dari negerinya. Qu Yuan pun mengalami pengkhiatan dari negerinya sendiri.

Baca Juga  Keseruan Basah-basahan di Cisadane Rafting One Group

Setelah lama, Qu Yuan akhirnya mendengar kabar bahwa Ibukota Negeri Cho hancur di serang Negeri Chien. Dalam tangis kelu dan amarah bisu, setelah sembahyang Twan Yang. Qu Yuan membacakan sajaknya yang berjudul “Li Sao” yang berarti “Jatuh Dalam Kesukaran” di depan banyak orang. Orang-orang tertegun mendengar sajak Qu Yuan yang mencurahkan perasaan cinta terhadap tanah air dan rakyatnya.

Selesai membacakan sajak, Qu Yuan dengan menggunakan perahu pergi ke Sungai Bek Lo. Dia menjauh dari keramaian orang lalu menceburkan diri ke dalam arus sungai yang mengalir deras. Beberapa orang yang sempat melihatnya berusaha menolong dan mencari, tapi usaha tersebut gagal.

Setelah kejadian itu, pada tahun kedua perayaan Twan Yang, seorang nelayan bernama Gi Hu membawa tempurung bambu berisi beras lalu menyebarkannya ke sungai sebagai bentuk penghormatan terhadap Qu Yuan. Pada tahun-tahun berikutnya, di adakan lomba perahu naga (Liong Cun) sebagai bentuk peringatan kembali atas usaha mencari jenazah Qu Yuan. Tradisi inilah yang menjadi cikal bakal lomba perahu naga yang selalu di adakan saat perayaan peh cun.

Baca Juga  Komunitas Pekerja Seni Bogor Bersama Trotoar Kreatif Gelar Diskusi Publik Pitulasan Edisi Ke-3 "Kota Bogor: Sejarah, Realitas dan Masa Depan"

Lomba perahu naga sungai Cisadane di harapkan mampu menumbuhkan rasa cinta masyarakat terhadap akar kebudayaannya

Lomba perahu naga dalam perayaan peh cun di Sungai Cisadane di ikuti oleh empat kelompok. Mereka di adu pacu menggunakan perahu naga mengarungi Sungai Cisadane.

Garis lintasan yang di tempuh para peserta sepanjang 500 meter. Dalam satu hari, akan di pertandingkan dua kelompok. Kelompok yang menjadi pemenang kemudian akan di adu oleh pemenang lainnya untuk memperebutkan gelar juara. Kelompok yang menjadi juara berhak atas hadiah sejumlah uang yang telah di sediakan oleh panitia.

Lomba perahu naga pada perayaan Peh cun sudah mengakar dan menjadi tradisi. Di adakannya lomba perahu naga setiap tahun di Sungai Cisadane di harapkan mampu menumbuhkan rasa cinta masyarakat terhadap akar kebudayaannya sambil membentuk tim perahu naga yang mampu bersaing dalam kejuaraan dunia.

(Mur)